![]() |
Foto Dok. Tim : Saksi Ahli Hukum Dr. Armaya Mangkunegara,SH., MH., dosen Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang, Kabupaten Tuban saat sidang di Pengadilan Negeri Gresik, Kamis, 20 Maret 2025.
GRESIKNEWS.ID – Sidang kasus dugaan penggelapan terhadap terdakwa Abdul Halim, inisiator Desa Miliarder, mantan Kepala Desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa, namun saksi ahli menegaskan perbuatan terdakwa bersalah dan dua saksi tidak mengetahui pokok masalah, Kamis, 20 Maret 2025.
Para
saksi yaitu Saksi Ahli Hukum Dr. Armaya Mangkunegara,SH., MH., dosen Fakultas Hukum
Universitas Sunan Bonang, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur. Saksi laian
yaitu Sekar Dwi Cahyani (24), dan Nafia, keduanya warga Desa Sekapuk, Kecamatan
Ujungpangkah, kabupaten Gresik.
Dalam
sidang yang dipimpin Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik, Donald Everly Malubaya dan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan
Negeri Gresik, Indah Rahmawati.
Dalam
keterangannya, saksi ahli Dr. Armaya Mangkunegara mengatakan, seseorang didakwa
menggelapkan sesuai Pasal 372 KUHP, bahwa seseorang dianggap menggelapkan
barang orang lain karena harus ada unsur mengalihkan.
Majelis
Hakim juga mencontohkan, seseorang menguasai barang orang lain yang bukan
miliknya, dan sudah diminta oleh pemiliknya tapi tidak dikembalikan. “Itu
perbuatan melawan hukum,” kata saksi ahli Dr. Armaya, dalam menjawab pertanyaan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik, saat sidang sebagai saksi ahli hukum
pidana yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa..
Padahal
selama ini terdakwa telah mengalihkan barang aset Desa berupa 9 sertifikat
tanah dan 3 BPKB mobil yang seharusnya disimpan di Balai Desa, namun dialihkan
ke rumah pribadi terdakwa.
“Tapi,
kalau hanya dikuasi, itu tidak memiliki. Untuk membuktikan bahwa seseorang itu
memiliki atau seolah-olah memiliki, maka harus ada pengalihan. Yang berhak
mengalihkan hanya pemiliknya. Ketika dia mengalihkan barang milik orang lain,
itu seolah-olah sebagai pemiliknya,” kata Dr. Armaya.
Selain
itu, Dr. Armaya juga mengatakan, dalam unsur Pasal 372 KUHP, bahwa seseorang dianggap
menggelapkan, orang itu ada niat atau sengaja secara melawan hukum memiliki
barang bukan miliknya. “Maka tadi saya sampaikan seolah-seolah menganggap itu
miliknya. Mengalihkan itukan, seolah-olah itu miliknya,” imbuhnya.
Selain
itu, seseorang dianggap menggelapkan, yaitu membawa barang orang lain tanpa diawali
dengan melawan hukum atau kejahatan.
“Barang
yang ada dalam penguasannya itu bukan karena melawan hukum atau kejahatan. Kemudian,
dialihkan kepada pihak lain tanpa ijin, itu masuk dalam penggelapan,” katanya.
Begitu
juga saat saksi ahli Dr, Armaya saat menjawab pertanyaan Jaksa Indah Rahmawati,
terkait dugaan penggelapan atas memiliki barang orang lain. Saksi ahli
menjelaskan bahwa, pelaku kejahatan dianggap menggelapkan barang orang lain itu
sudah mengalihkan kepada orang lain atau membalik nama barang orang lain kepada
dirinysa sendiri.
“Pelaku
itu hanya mengusai. Kecuali BPKB itu dibalik nama atas nama pelaku atau
mengalihkan kepada orang lain, misalnya dijaminkan ke bank. Selama itu tidak
terjadi kan, tidak memiliki dan tidak seolah-olah memiliki, hanya sebatas
menguasai,” kata Dr. Armaya.
Sementara
penasihat hukum terdakwa yaitu Dr.
Minan dan Dr. M. Machfudz dari Kantor MHZ Law Office, mengatakan, keterangan
saksi ahli mengatakan terdakwa tidak terbukti memiliki, sehingga tidak
terpenuhi unsur penggelapan. “Tidak terpenuhi unsur penggelapannya.
Penafsirannya, sesuai dengan bunyi pasal yaitu memiliki sebagian atau seluruhnya,” kata Dr. Minan,
usai sidang.
Sedankan
saksi Sekar Dwi Cahyani (24), dan Nafia saat menjawab pertanyaan penasihat
hukum terdakwa yaitu Dr. Minan dan Dr. M.
Machfudz mengatakan, sejak dipimpin terdakwa Abdul Halim, Desa Sekapuk menjadi
maju. Seperti sebelumnya Bumdes hanya mengelola satu unit usaha, kemudian
menambah unit usaha berupa wisata Setigi dan Kebun Pak Inggih.
Selain itu, UMKM yang mempekerjaan ratusan warga dan Ibu-ibu PKK
dengan menjual makanan di tempat wisata.
Selama terdakwa Abdul Halim menjabat Kepala Desa, juga tidak
pernah terkena kasus pidana. “Pak Halim sebagai kepala keluarga dan tulang
punggung keluarga, sebab istrinya tidak bekerja dan hanya merawat tiga anak,” kata
Sekar, yang pernah menjabat sebagai staf Desa Sekapuk.
Begitu juga disampaikan saksi Nafia, mengatakan, sejak dipimpin
Abdul Halim, Desa langsung berkembang pesat. Dan tidak pernah terjadi konflik.
“Alhamdulillah, setelah ada wisata, kita rekrut ibu-ibu untuk berjualan di wisata. Saat itu, wisata ramai, dalam dua Minggu itu pernah mencairkan Rp 100 juta. Ketika pak Kades tidak menjabat, sekarang berhenti dan penghasilan tidak ada. Ada dapur Mbok Inggih, juga memberikan bantuan lansia setiap bulan sekali dan ada beasiswa,” kata Nafia, yang pernah menjadi anggota PKK Sekapuk.
Namun, saksi Sekar Dwi Cahyani dan
Nafia, saat menjawab
pertanyaan mengenai masalah dugaan penggelapan yang menjerat terdakwa Abdul Halim, menjawab tidak tahu. Dan mengetahuinya dari media sosial. “Kami tidak tahu yang mulia,” kata kedua saksi
dalam masing-masing keterangannya.
Dari keterangan para saksi, terdakwa Abdul Halim menjawab tidak keberatan dan membenarkan keterangan para saksi yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa. "Benar yang mulia," kata terdakwa Abdul Halim.
Sidang
dilanjutkan Senin lusa dengan agenda tuntutan terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum
Kejaksaan Negeri Gresik.
Diketahui, mantan Kades Sekapuk,
Kecamatan Ujungpangkah, Abdul Halim yang mempunyai slogan Desa Miliarder
didakwa menggelapkan aset Desa Sekapuk berupa 9 sertifikat tanah dan 3 BPKB
mobil. Atas perbuatan terdakwa, Pemerintah Desa Sekapuk mengalami kerugian
mencapai Rp 56,722 Juta. (Tim).